Monday, December 19, 2022

Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan pada luka akan melalui 3 fase yaitu :
  • Fase inflamasi
  • Fase proliferasi
  • Fase penyudahan (remodeling
proses-penyembuhan-luka
proses penyembuhan luka

FASE INFLAMASI

Fase ini berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari kelima. Pada luka akibat putusnya pembuluh darah akan terjadi perdarahan. Untuk menghentikan perdarahan ini maka akan terjadi :
  • Vasokonstriksi yang diakibatkan oleh lepasnya katekolamine.
  • Retraksi dan hemostatis, dimana terbentuk gumpalan / bekuan darah yang dapat berfungsi sebagai penyumbat. Dalam hal ini dangat berperan adalah trombosit yang keluar dari pembuluh darah.
Sementara itu juga terjadi reaksi inflamasi dimana sel – sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamine, yang mengakibatkan terjadinya vasodilatasi setempat dan peningkatan permeabilitas kapiler, sehingga terjadi eksudasi cairan, terjadi edem dan pembengkakan. Terjadi aktifitas seluler dimana oleh daya kemotaksis maka leukosit bergerak menembus dinding pembuluh darah menuju luka.

Leukosit mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran luka (proses fagositosis). Pada fase selanjutnya limfosit dan monosit yang muncul dan ikut menghancurkan / memakan kotoran luka dan bakteri. Dengan fase ini maka luka hanya dipertautkan oleh fibrin sehingga perlekatan luka belum kuat.

FASE PROLIFERASI

Berlangsungnya mulai akhir fase inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fibroblast berasal dari sel-sel mesenkim yang belum berdiferensiasi. Fibroblast ini berperan dalam pembentukan kolagen karena menghasilkan mukopolisakarida, asam aminoglisin dan prolin, yang merupakan bahan dasar kolagen. Diketahui bahwa kolagen inilah yang mempertautkan tepi luka, jadi menentukan kekuatan adhesi luka.

Pada fase ini, luka akan dipenuhi oleh sel radang, fibroblast dan kolagen, membentuk jaringan yang berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus / granuler, jaringan ini disebut jaringan granulasi. Jika luka sudah cukup terisi jaringan granulasi maka terjadi proses epitelisasi dimana sel epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Proses migrasi ini hanya boleh terjadi ke arah yang rendah atau datar. Epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Jika epitel sudah saling menyentuh dan menutup luka maka proses fibroplasias dengan pembentukan jaringan granulasi berhenti.

Fungsi jaringan granulasi adalah :
  • Mengisi defek luka
  • Membentuk dasar untuk menyokong dan memberi makan pada epithelium yang meluas menutupi luka.
  • Pada luka terbuka, kita dapat melihat jaringan granulasi yang sehat jika warnanya merah terang, permukaan bergranular halus teraba agak keras dan tidak mudah berdarah. Jika ada infeksi maka terdapat jaringan granulasi yang tidak sehat dimana warnanya pucat, permukaan kasar tidak teratur, lembek dan rapuh dan sangat mudah berdarah.

FASE PENYUDAHAN

Terjadi proses pematangan dan erupaan kembali (remodeling). Fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Tubuh berusaha menormalkan kembali jaringan yang menjadi abnormal karena proses pertumbuhan, dimana terjadi penyerapan kembali jaringan yang berlebihan, pengerutan dan akhirnya perupaan kembali jaringan baru terbentuk.

Terjadi penyerapan dari oedem dan sel-sel radang, sel-sel muda menjadi matang, kapiler-kapiler baru menutup, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut.
Dihasilkan jaringan parut (cicatrix) yang pucat, tipis dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar.

KONTRAKSI LUKA

Kontraksi luka adalah suatu proses dimana terjadi penyempitan ukuran luka. Tepi-tepi luka bergerak ke arah satu terhadap lainnya membuat defek jadi lebih kecil. Ternyata luka berkontraksi dengan meregangkan kulit sekitarnya tidak dengan memproduksi kulit baru. Kontraksi ini timbul cukup awal.

Mekanisme terjadinya kontraksi ini belum diketahui dengan jelas. Pada mulanya diperkirakan terjadi akibat kontraksi kolagen. Ternyata mekanisme kontraksi lebih disebabkan oleh kontraksi fibroblast (miofibroblast). Ukuran luka dalam 10 hari bisa berkurang 80%. Dikatakan bahwa miofibroblast bekerja di balik tepi luka dan mendorong tepi-tepi luka ke arahnya.

Pada tempat-tempat tertentu di mana kulit yang mobil sangat penting maka kontraksi luka dapat mengakibatkan gangguan fungsional. Misalnya dekat mata dapat menyebabkan kelopak mata tertarik ke arah luka yang mengakibatkan kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata dengan sempurna (ektropion) atau di punggung tangan dapat akibatkan hambatan ekstensi jari-jari.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

Ada banyak factor yang menghambat atau mengganggu penyebuhan luka, baik factor dari dalam tubuh sendiri (endogen) maupun dari luar (eksogen).

a. Faktor ENDOGEN

  1. Pembekuan darah. Semua penyakit yang menyebabkan gangguan pembekuan darah (koagulopati) akan menghambat penyembuhan. Diketahui bahwa homeostasis merupakan dasar dan titik tolak fase inflamasi.
  2. Gangguan sistim imun. Gangguan pada sistim daya tahan tubuh, seluler maupun humoral, akan mengakibatkan pembersihan kontaminan dan jaringan mati serta penanahan infeksi tidak berjalan baik. Banyak keadaan / penyakit yang mengganggu sisteim imun yaitu :

    • Infeksi virus (HIV)
    • Tahap lanjut dari keganasan
    • Penyakit menahun berat (mis TBC)
    • Hipoksia setempat (DM, arteriosclerosis, dll)
    • Gizi kurang
    • Kekurangan vitamin / mineral / asam amino esensial.
    • Vitamin C mempunyai peranan dalam sintesa kolagen. Kekurangan kolagen mengakibatkan kekuatan adhesi luka kurang.
    • Zinc. Diketahui bahwa Zinc mempengaruhi fase proliferasi terutama sel-sel epitel.
    • Gangguan metabolisme makanan (mis. Penyakit hati)
    • Keadaan umum kurang baik (mis. Umur lanjut)

b. Faktor EKSOGEN
  1. Radiasi. Menyebabkan kerusakan sel dan gangguan mitosis, juga radiasi menyebabkan fibrosis yang menghalangi vaskularisasi.
  2. Sitostatik. Misalnya 5F.u, MTX, yang menekan pembentukan fibroblast dan sintesa kolagen.
  3. Steroid. Preparat steroid menekan proses inflamasi dan meningkatkan lysys kolagen, terutama dalam 4 hari pertama.
  4. Imunosupresan, yaitu obat-obat yang menekan reaksi imun, seperti yang dipakai setelah transplantasi organ.

Disamping itu beberapa faktor local / setempat seperti:
  • Besarnya luka.
    Luka yang lebar perlu penyembuhan lama. Penjahitan luka akan mempercepat penyembuhan. Pada luka yang lebar di mana kedua tepi luka tidak dapat dirapatkan dengan penjahitan di mana epithelisasi tidak mampu untuk menutup seluruh permukaan luka disamping itu dengan kontraksi luka terjadi penyempitan pembuluh darah hingga penyembuhan terhambat, maka sering penutupan luka harus dibantu dengan grafting.
  • Keadaan jaringan.
    Apakah dalam luka bayak kotoran / jaringan yang nekrotis. Jika banyak maka proses penyembuhan akan terhambat oleh karena itu sangat penting perawatan luka yang baik (debrideman).
  • Vaskularisasi setempat.
    Pada tempat-tempat atau bagian tubuh dengan vaskularisasi yang baik, penyembuhan luka lebih baik seperti pada leher, wajah. Sehubungan dengan hal ini maka dalam penjahitan luka / penutupan luka jangan terlalu erat atau dipaksakan karena justru tindakan ini akan menganggu vaskularisasi dengan akibat penyembuhan luka terhambat.
  • Hematoma
    Hematoma yang terus bertambah akan memperbesar “dead space”, dan juga dengan tekanan dalam luka yang meningkat dengan sendirinya menyebabkan gangguan vaskularisasi. Di samping itu bekuan darah menjadi medium yang baik untuk pertumbuhan kuman jadi mengundang infeksi. Oleh karena itu penting hemostasis yg baik dalam menangani luka-luka.
  • Benda asing / corpus alienum
    Akan merangsang reaksi inflamasi yang berlebihan demikian pula proliferasi yang berlebihan hingga terbentuk kolagen yang tidak normal.
  • Infeksi
    Jelas menghambat penyembuhan.

KLASIFIKASI PENYEMBUHAN LUKA

Penyembuhan luka dapat berlangsung secara:

  1. Sanatio per priman intentionem atau penyembuhan primer.
    Cara penyembuhan ini terjadi pada luka insisi tanpa gap, atau bila luka segera dipertautkan dengan bantuan jahitan. Parut yang terjadi biasanya minimal / kecil dan halus.
  2. Sanatio per secundam intentionem atau penyembuhan sekunder.
    Merupakan penyembuhan luka tanpa pertolongan dari luar, yang terjadi pada luka terbuka atau tidak dijahit. Proses berjalan secara alami melalui pembentukan jaringan granulasi kemudian ditutup dengan epitel. Tentu saja cara ini memakan waktu lebih lama, dan meniggalkan parut yang tidak baik / jelek, lebih-lebih kalau lukanya menganga lebar.
  3. Penyembuhan primer tertunda
    Pada luka-luka yang sangat kotor / terkontaminasi berat atau luka compang camping atau pada luka tembak. Pada luka-luka tersebut diperkirakan akan terjadi infeksi kalau langsung dijahit. Dalam hal ini luka itu setelah dilakukan pembersihan sesuai dengan penanganan luka, tetap dibiarkan terbuka tidak dijahit. Sesudah 4 – 7 hari jika tidak terjadi infeksi baru dilakukan penjahitan.

Pada manusia penyembuhan luka yang sempurna dalam arti dengan cara reorganisasi dan regenerasi jaringan hanya terjadi pada epidermis, hati dan tulang, yang artinya oleh penyembuhan terbentuk jaringan yang sama seperti semula. Organ-organ lain termasuk kulit mengalami penyembuhan secara epimorfosis artinya jaringan yang rusak diganti oleh jaringan ikat yang tidak sama dengan semula.

PENANGANAN LUKA

Penting sekali untuk evaluasi keadaan umum penderita, termasuk kemungkinan adanya cedera lain. Pada keadaan di mana keadaan umum tidak baik, penanganan luka harus ditunda, dan dilakukan tindakan-tindakan untuk memperbaiki keadaan umum, termasuk adanya ancaman langsung terhadap hidup penderita.

Terhadap luka itu sendiri maka hal yang paling penting yang dapat menjamin penyembuhan luka dengan baik adalah pembersihan luka yang baik dan benar ialah dengan membersihkan dan membuang semua kotoran dan jaringan-jaringan yang rusak / mati. Tindakan itu dikenal sebagai “debrideman”.

Harus disadari bahwa : “There is no antibiotic can substitute a good surgery”. Hal ini berarti bahwa pemakaian antibiotika tidak dapat menggantikan tindakan debrideman, bahkan dengan debrideman atau perawatan luka yang baik antibiotika mungkin tidak diperlukan.

Ada 2 tindakan pokok pada pembersihan luka yaitu :
  • Luka dicuci / dibilas dengan NaCl atau antiseptikum (dapat dipakai larutan yodium povidon 1% dan larutan klorheksidin 0,5%). Paling murah dengan air masak. Pada luka yang sangat kotor atau terkontaminasi berat dikerjakan “high pressure irrigation”.
  • Eksisi jaringan yang mati atau tidak dapat bersih dengan pencucian atau jaringan yang sudah rusak sekali. Demikian pula tepi luka di eksisi supaya jadi rata.

Dengan kata lain, debrideman akan menghasilkan satu luka baru dan bersih karena yang tertinggal adalah jaringan yang sehat. Tanda dari jaringan yang sehat adalah jika dipotong menunjukkan perdarahan yang baik dan pada otot terlihat kontraksi.

Perawatan luka paling baik jika dikerjakan dalam 6 – 8 jam sesudah terjadi yang dikenal sebagai “golden period”.

Secara berurutan tindakan pada luka sebagai berikut :
  • Anestesi local atau umum
  • Pembilasan luka
  • Sterilisasi kulit sekitar luka
  • Luka dikelilingi dengan kain steril
  • Pembersihan luka (debrideman) : Kotoran, Benda asing, Eksisi jaringan mati, Eksisi pinggir luka
  • Hemostasis yang baik
  • Kalau perlu : Ekplorasi à kerusakan tendon, saraf, pembuluh darah
  • Luka sebaiknya : Ditutup pada penyembuhan primer atau biarkan terbuka pada penyembuhan primer tertunda
  • Kalau perlu pemasangan penyalir (drain)

Pada luka yang dalam biasanya sebaiknya dijahit lapis demi lapis, yaitu otot dengan otot, fascia dengan fascia dst. Jika diperkirakan akan terbentuk atau dikeluarkan cairan berlebihan maka dibuat penyaliran (pemasangan drain). Tapi harus diingat bahwa drain tidak dapat mengganti tindakan perawatan luka yang baik seperti hemostasis dsb.

Drain biasa dikeluarkan sesudah 48 jam, tidak boleh terlalu lama sebab drain juga merupakan benda asing, demikian pula dapat menjadi port d’entrée / pintu masuk kuman serta boleh menyebabkan erosi.

Dalam menutup luka perlu diikuti prinsip Halsted yaitu :
  • Asepsis
  • Gentleness
  • Hemostasis
  • Adequat blood supply
  • No tension
  • Careful approximation
  • Obliteration of dead space.

Sama seperti penyembuhan luka maka penutupan luka juga dikenal :
  • Primary Suturing : penjahitan primer, dimana luka sesudah debrideman langsung dijahit / ditutup, untuk mencapai penyembuhan primer
  • Delayed primary suturing : penjahitan primer tertunda dimana sesudah debrideman, luka dibiarkan terbuka, setelah 4-7 hari kalau tidak ada tanda-tanda infeksi baru dijahit, dengan indikasi sama sepert yang ditemukan dalam penyembuhan luka primer tertunda.

KOMPLIKASI LUKA

Penyulit dini :
  • Hematoma : terjadi akibat hemostasis yang kurang baik. Hematoma yang besar atau mengganggu sebaiknya dibuka lalu dikeluarkan. Hematoma yang meluas perlu pembedahan ulang untuk hentikan perdarahan.
  • Seroma : penumpukan cairan luka. Kalau terlalu besar atau mengganggu dapat dilakukan punksi.
  • Infeksi : terjadi akibat penanganan luka yang tidak betul. Terjadi penanahan pada luka umumnya oleh kuman-kuman stafilokokus dan streptokokus. Merupakan salah satu penyebab luka terbuka kembali = dehiscentie. Luka dengan infeksi sebainya jahitan dibuka agar nanah dapat keluar, lalu dirawat terbuka.

Penyulit lanjut :
  • Keloid dan jaringan parut hipertrofik. Terjadi akibat reaksi serat kolagen yang berlebihan dalam penyembuhan luka.
  • Kontraktur jaringan parut luka. Terjadi pengerutan yan ghebat dari jaringan parut yang dapat mengakibatkan cacat berat / gangguan gerakan pada sendi misalnya pada luka bakar.

Perbedaan antara keloid dan parut hipertrofik :
KeloidParut Hipertrofik
PermulaanMungkin timbul kemudian, setelah beberapa bulan, atau satu-dua mingguTImbul dalam waktu beberapa minggu
InvasiMeluas ke daerah kerusakan epitelTerbatas pada bekas kerusakan
PenyembuhanTidak ada regresiHilang sendiri
Predileksi Sternum, bahu, pipi, telinga, pinggangDapat timbul di mana pun
Ras / bangsaTerutama ras kulit gelap atau hitamLebih banyak pada bangsa kulit putih
Luka bakarMungkin Sering
Gatal Jarang hebatBiasanya sangat menganggu

Sebagai penutup artikel ini, telah ditemukan hal-hal yang berhubungan dengan luka dan proses penyembuhannya serta keadaan-keadaan yang mempengaruhi penyembuhan, demikian pula cara penanganannya. Diharapkan dengan dasar pengetahuan ini maka luka-luka dapat ditangani dengan baik dan benar, dengan selalu bertolak dari keyakinan bahwa : “The is no antibiotic can substitute a good surgery”.

Friday, October 7, 2022

Luka

Masalah luka dan penyembuhan sudah ada sejak mulainya kehidupan manusia, sebab pada masa dulu untuk mempertahankan eksistensinya manusia akan selalu dihadapkan pada risiko terjadinya luka/perdarahan. Berkaitan dengan hal ini dapat dikatakan bahwa ilmu bedah merupakan ilmu Kedokteran yang paling tua, dimulai dengan masalah mengatasi luka dan perdarahan. 
klasifikasi-luka
klasifikasi luka
Dewasa ini dengan makin meningkatnya mobilitas manusia dan industrialisasi, maka risiko terjadinya luka pada setiap orang makin besar. Demikian pula pada setiap pembedahan, salah satu hal yang sangat penting adalah bagaimana agar luka yang terjadi pada pembedahan dapat sembuh dengan sebaik-baiknya

Oleh karena itu adalah sangat penting untuk memahami masalah luka dan penyembuhannya sebab bagi seorang dokter kapan saja dan dimana saja dapat diperhadapkan pada hal tersebut.

PENGERTIAN LUKA

Luka atau Vulnus dapat diartikan sebagai putusnya atau hilangnya kontinuitas seluler dan anatomis atau dengan kata lain adalah hilangnya kontinuitas jaringan.
Ada 2 macam luka, ditinjau dari sudut terjadinya yaitu:
  1. Luka yg dibuat di kamar bedah yaitu luka steril.
  2. Luka yang terjadi akibat kekerasan dari luar yaitu vulnus traumatikum.
Dalam hal vulnus traumatikum, maka trauma penyebab luka dapat berupa :
  1. Trauma mekanik : terpotong, terbentur sesuatu, dll.
  2. Trauma termis : terbakar, kena air panas.
  3. Trauma kimiawi : terkena asam/basa keras.
  4. Trauma elektrik : kena arus listrik.
Trauma termis, kimia dan elektrik menimbulkan luka bakar atau combustio yg merupakan topik/pembicaraan tersendiri.
luka-abrasi-ekskoriasi
luka abrasi . ekskoriasi

Trauma mekanik dapat berupa :
  1. Trauma tumpul yang dapat menimbulkan : luka tertutup = vulnus oclusum, luka terbuka = vulnus apertum
  2. Tauma tajam menimbulkan luka terbuka
  3. Tembakan yang menimbulkan vulnus sclopectorum.
  4. Gigitan yang menimbulkan luka gigitan = vulnus morsum.
Macam-macam luka :
  1. Hematoma : perdarahan di bawah kulit
  2. Contusio : luka memar
  3. Abrasio yaitu kerusakan hanya pada lapisan superficial kulit dan
  4. Excoriatie dimana terjadi kerusakan kulit yang lebih dalam. Abrasio dan excoriatie dikenal sebagai luka lecet.
  5. Vulnus scissum atau luka iris. Luka akibat tersayat atau terpotong dimana terlihat bentuk luka teratur dengan tepi rata. Panjang luka lebih besar dari dalamnya luka.
  6. Vulnus ictum atau luka tusuk. Dalam luka lebih besar dari panjangnya luka. Luka tusuk yang menembus suatu tongga tubuh disebut vulnus penetrans, misalnya vulnus penetrans abdominis atau vulnus penetrans thorakalis.
  7. Avulsi jika sebagian jaringan lepas.
  8. Vulnus sclopectorum atau luka tembak dimana boleh terdapat luka tembak masuk yang lebih kecil dari luka tembak keluar.
  9. Vulnus laceratum atau luka robek atau ada juga yang menyebutnya luka compang camping. Disini terlihat luka yang bentuknya tida beraturan.

GEJALA DAN TANDA LUKA

Suatu luka dapat menimbulkan gejala setempat (local) dan umum.

Geala Lokal

1. Nyeri
Akibat kerusakan ujung-ujung saraf sensoris. Intensitas nyeri berbeda-beda tergantung pada :
  • Berat/luasnya kerusakan ujung-ujung saraf.
  • Lokasi luka.Luka lecet, lebih-lebih yang luas, terasa lebih nyeri karena kemungkinan ujung-ujung saraf sensoris yang rusak lebih banyak, dibandingkan dari luka iris. Tempat-tempat tertentu dari tubuh seperti bibir, perineum lebih sensitif hingga perlukaan di daerah tersebut terasa lebih nyeri. Secara umum diketahui bahwa bagian depan tubuh lebih sensitif dari bagian belakang. Nyeri hebat dapat mengakibatkan syok neurogenik.
2. Perdarahan
Hebatnya perdarahan akan tergantung pd : Lokasi lukaJenis pembuluh darah yang rusak. Pada daerah tubuh yang vaskularisasinya lebih baik, jika terjadi luka maka perdarahan akan lebih banyak seperti pada kepala, lebih lebih di daerah scalp.Pada kerusakan kapilaria terlihat darah merembes (oozing), perlukaan vena terlihat darah mancur terus/kontinu, sedangkan perlukaan arteri menyebabkan memancurnya darah secara ritmis / sesuai denyut nadi. Perdarahan yang cukup banyak dapat mengakibatkan syok hemoragik / hipovolemik.

3. Diastase
Luka menganga atau tepinya saling melebar. Besarnya diastase akan tergantung pada bagaimana bentuk luka terhadap garis-garis kerutan kulit (wrinkle lines) termasuk garis-garis ekspresi wajah. Garis-garis ini sebenarnya sesuai atau searah dengan jalannya serat-serat otot yang berada di bawah kulit. Diastase akan minimal jika panjang luka sesuai dengan garis lipatan kulit dan akan sangat menganga jika tegak lurus pada garis-garis tersebut.

4. Gangguan fungsi
Fungsi anggota badan yang luka akan terganggu baik oleh karena rasa nyeri atau karena penyulit yang terjadi seperti kerusakan tendon atau saraf. Dalam hal ini penting sekali pengetahuan topografi atau regional anatomi dalam penaggulangan luka serta pemeriksaan yang teliti pada setiap luka baik melalui eksporasi dan atau pemeriksaan / status bagian distal dari tempat luka. Demikian pula dengan kemungkinan kerusakan pembuluh darah.

Gejala Umum

Gejala / tanda umum pada perlukaan dapat terjadi akibat penyulit yang terjadi seperti syok akibat nyeri dan atau perdarahan yang hebat. Juga pada vulnus penetrans akibat kerusakan pada organ-organ dalam rongga tubuh yang mengalami perlukaan.

Saturday, September 3, 2022

Pedikulosis Pubis (kutu kemaluan)

Pedikulosis pubis adalah infeksi tuma pada rambut di daerah pubis dan disekitarnya oleh Phtyhirus pubis. Pthirus pubis, merupakan serangga parasit yang hidup pada rambut di daerah kemaluan dan juga daerah tubuh lain yang berambut, seperti bulu mata, menyebabkan pediculosis ciliaris. Infeksi biasanya ditandai dengan rasa gatal yang intens di daerah pubis (kemaluan).
phtyrus-pubis-tungau/kutu-kemaluan

Etiologi

Phtyrus pubis, berukuran 1-3 mm, berkaki enam, ditularkan melalui kontak seksual.

Epidemiologi

Penyakit ini umumnya pada orang dewasa, pria maupun wanita dengan penyebaran kosmopolit. Kutu kemaluan biasanya menular pada kontak intim antar orang dewasa. Infeksi ini juga dapat terjadi pada anak-anak yaitu di alis atau bulu mata misalnya blefaritis dan pada tepi batas atas rambut kepala. Penularan dari orang tua kepada anak biasanya melalui penggunaan bersama handuk, pakaian, tempat tidur dan kloset. Kutu pubis ini, hanya dapat hidup dalam waktu singkat di luar tubuh manusia.

Penularan pada anak dapat juga diwaspadai adalah akibat tindakan pelcehan seksual oleh orang dewasa.
Klasifikasi

Infestasi kutu pada pubis (kemaluan) disebut pthiriasis pubis (pediculosis pubis). Infestasi kutu pada bulu mata disebut phtiriasis palpebrarum atau pediculosis ciliarum.

Patogenesis

Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan rasa gatal. Rasa gatal ini disebabkan oleh pengaruh liur dan eskreta dari kutu pada waktu mengisap darah dan biasanya makin berat pada 2 minggu atau lebih, sejak pertama kali terinfeksi.

Gejala dan Tanda

Perasaan gatal di daerah pubis dan sekitarnya terutama bila banyak keringat. Pada daerah pubis dan perut bagian bawah ditemukan bercak-bercak merah abu-abu atau kebiruan yang disebut makula serulae. Tidak hanya menyerang pubis, dapat meluas ke ketiak dan daerah lain. Kutu ini dapat dilihat dengan mata biasa dan susah untuk dilepaskan karena kepalanya dimasukkan ke dalam muara folikel rambut.
pediculosis-pubis-kutu-kemaluan

Gejala patognomonik lainnya adalah Black dot, yaitu adanya bercak-bercak hitam yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada waktu bangun tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta berasal dari darah yang sering diinterprestasikan salah sebagai hematuria. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional.
pediculosis-ciliarum


Terapi

Secara umum yang dilakukan adalah rambut kemaluan/ketiak/jenggot dicukur. Secara khusus dapat dilakukan:
1. Gama benzen heksaklorida 1% dalam bentuk krim atau lotion, dioleskan sekali sehari dapat diulang sesudah 1 minggu atau 4 hari kemudian bila belum sembuh.
2. Krotamiton 1% krim atau lotion, dioleskan sekali sehari dan dapat diulang sesudah 1 minggu.
3. Infeksi sekunder diobati dengan antibiotik seperti penisilin atau eritromisin.
4. Permethrin atau pyrethrin dengan piperonyl butoxide sangat efektif dan menjadi obat lini pertama untuk pedikulosis pubis,

Thursday, September 1, 2022

PAPILLOMA VESTIBULAR

Papilloma Vestibular (PV) dari vulva merupakan suatu tumor jinak yang tidak bebahaya ditemukan di daerah vestibula dari vulva vagina. Vestibula dari vulva adalah daerah diantara labia minora dimana bermuaranya meatus urinary (lubang kencing) dan lubang vagina. Pada pemeriksaan morfologi, tumor ini memiliki konfigurasi berbentuk papilar (tonjolan) dan merupakan tumor dari epitel skuamosa dari vulva (bagian terluar vagina). Tumor ini ekivalen dengan hirsutis korona glandis (pearly penile papul/hirsutoid papilloma) pada pria.

Nama lain dari Papilloma vestibular
  • Hirsutoid papilloma vulva
  • Mikropaplilomatosis labialis
  • Papillomatosis vestibular


Apakah Penyebab papilloma vestibular ?

Sampai saat ini penjelasan pasti mengenai sebab dari papilloma vestibuler belum dipahami dengan baik. Beberapa studi menunjukkan tidak ada kaitan antara papilloma vestibuler dengan infeksi virus HPV. Papilloma vestibular juga tidak ditularkan secara seksual. Meskipun kadangkala, terjadi koinsidens dimana selain lesi HPV juga ditemukan lesi papilloma vestibular. Bagaimanakah gejala dari papilloma vestibular?
  • Memiliki karateristik berupa penonjolan seperti papil yang kecil dengan ukuran panjang 0,1 – 0,3 cm, dapat single atau dalam jumlah banyak di daerah aspek medial dari labium minus.
  • Sering melibatkan kedua labia minora.
  • Gejala pada penderita kemungkinan asimptomatik atau mengeluhkan rasa gatal (pruritus) di daerah tersebut. 
  • Mikropapil mungkin terlihat pada wanita yang asimptomatik, dan biasanya merupakan refleksi suatu keadaan normal dari anatomi vestibuler. 
  • Pada pemeriksaan kolposkopi, miropapil ini dilapisi oleh epitel tipis yang berwarna aceto-white. 
  • Tidak memiliki kekhasan condyloma yang umumnya memiliki epitel yang tebal dan berwarna putih dan memberikan penampakan cauliflower. 

Bagaimanakah papilloma vestibular di diagnosis ?

  • Dokter akan melakukan anamnesa riwayat medis secara menyeluruh dilanjutkan dengan pemeriksaan fisis.
  • Dermoskopi. Suatu alat menggunakan lensa spesial yang dapat membantu dokter ahli kulit untuk memeriksa bentuk lesi.
  • Pemeriksaan dengan Wood's lamp untuk mengamati adanya perubahan pigmentasi yang mungkin terjadi. Wood's lamp menggunakan sinar ultraviolet.
  • Pemeriksaan histopatologi memberikan gambaran papil yang kecil dengan epitel skuamosa yang umumnya tidak mengalami keratinisasi. Tangkai fibrovaskuler mengandung jaringan fibromiksomatous. Pemeriksaan terhadap HPV pada mikropapil jarang memperlihatkan HPV DNA. Frekuensi pelaporan bervariasi dari 0% sampai 9%. Pada penemuan klinik yang dihubungkan dengan adanya infeksi HPV, HPV DNA dapat ditemukan pada lebih dari setengah kasus. Tentunya observasi dari HPV pada beberapa penderita tidak menetapkan HPV sebagai penyebab. Oleh karena pada kebanyakan penderita penyebab tidak diketahui maka dianjurkan pemeriksaan biopsi. Pemeriksaan HPV menjadi berharga bila pada penemuan klinik diduga HPV ; walaupun jika hanya mikropapil yang ditemukan tanpa perubahan HPV atau gejala, terapi atau biopsi tidak diperlukan.

Bagaimanakah Papilloma vestibular di terapi?

Pada kebanyakan kasus, tidak perlu diterapi kecuali menimbulkan rasa khawatir dan tidak nyaman pada individu penderita. Pada penderita yang asimptomatik, aplikasi dari bahan kaustik, seperti trichloroacetic acid cukup memuaskan. Tetapi sebelumnya penderita harus diingatkan adanya efek samping berupa rasa nyeri.Pembedahan sederhana juga dapat dilakukan bila perlu.

Apakah Faktor Risiko terjadinya Papilloma Vestibular ?

Sampai saat ini tidak dtemukan adanya faktor risiko yang menjadi predisposisi seseorang dapat terkena papilloma vestibular ini.

Apakah komplikasi yang dapat terjadi ?

Papilloma vestibular merupakan lesi jinak dan tidak menyebabkan komplikasi yang berarti. Meskipun jarang, kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi :
  • Rasa nyeri dan tidak nyaman saat berhubungan badan sehingga dapat menyebabkan stress emosional.
  • Lesi yang berulang muncul kembali pasca tindakan pembedahan pada beberapa wanita.
  • Rasa takut bahwa penyakit ini adalah penyakit menular seksual

Dapatkah papliloma vestibular ini dicegah ?

Sampai saat ini tidak ada cara untuk mencegah munculnya papilloma vestibular ini. Penderita juga sebaiknya tidak menggunakan sabun atau bahan kimia yang terlampau keras karena akan memperparah kondisi bia sudah terkena.

Bagaimanakan prognosis papilloma vestibular ini ?

Oleh karena sifatnya yang jinak, prognosis untuk papilloma vestibular sangat baik bila mendapat terapi yang tepat.

Thursday, August 4, 2022

Patah Tulang

Tulang patah atau patah tulang sederhana adalah retakan atau patah pada tulang belulang. Patah tulang bisa lengkap atau sebagian. Jika tulang yang patah menembus permukaan kulit, disebut fraktur terbuka atau fraktur gabungan.

Penyebab patah tulang 


Patah tulang umumnya terjadi akibat benturan keras atau trauma langsung pada tulang, selain itu  beberapa penyakit dapat melemahkan tulang dan menyebabkannya patah. Retakan yang sangat kecil pada tulang yang disebut fraktur stres dapat disebabkan oleh penggunaan (pembebanan) tulang secara berlebihan.

Penyebab patah tulang paling umum diantaranya :

  • Cidera olahraga berdampak tinggi
  • Gerakan traumatis, kuat, dan tidak alami
  • Terlalu sering digunakan - berjalan atau berlari jarak jauh dalam waktu lama
  • Jatuh
  • Kecelakaan
  • Osteoporosis
  • Tumor tumbuh di dekat tulang

Gejala patah tulang


  • Posisi anggota tubuh atau sendi yang salah atau cacat
  • Bengkak, memar, atau berdarah
  • Rasa sakit yang hebat
  • Mati rasa dan kesemutan
  • Mobilitas terbatas atau ketidakmampuan untuk menggerakkan anggota tubuh

Jenis dan macam patah tulang


  • Fraktur Sederhana: tulang patah di satu tempat
  • Fraktur Tertutup: kulit di atas tulang yang patah belum tembus
  • Fraktur Comminuted: patah tulang memiliki tiga atau lebih fragmen tulang
  • Fraktur Terbuka atau gabungan : kulit di atas fraktur telah tembus, dan tulang yang patah kelihatan.
  • Fraktur Miring (obliq): garis patahan tulang miring (membentuk sudut) terhadap sumbu panjang tulang.
  • Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) atau Fraktur Stabil: potongan tulang yang patah tetap sejajar
  • Fraktur Displaced (bergeser) : potongan tulang yang patah tidak sejajar
  • Fraktur Transversal: fraktur berada pada sudut tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang
  • Greenstick Fracture: fraktur ada pada salah satu sisi tulang, menyebabkan lengkungan pada sisi tulang lainnya

patah-tulang
ilustrrasi patah tulang. sumber 

Pertolongan pertama patah tulang


Jika Anda merasa tulang Anda retak, Anda harus segera mencari perawatan medis darurat. Sinar-X sering digunakan untuk menemukan dan menilai derajat fraktur. Potongan-potongan yang patah mungkin perlu dimasukkan kembali ke tempatnya dan kemudian diimobilisasi sampai tulang-tulang tersebut dapat sembuh seiring tulang-tulang baru terbentuk di sekitar patahan. Proses ini disebut stabilisasi.

Anda mungkin perlu mengenakan gips ataupun belat (bidai), atau mungkin harus dioperasi untuk memasukkan pelat, pin, atau sekrup untuk menjaga tulang tetap pada tempatnya.


Penyembuhan patah tulang


Segera setelah patah tulang, tubuh membentuk bekuan darah pelindung dan kalus atau jaringan fibrosa untuk melindungi daerah yang terluka. Sel pembentuk tulang mulai membentuk tulang baru di tepi lokasi fraktur dan tumbuh menuju satu sama lain. Seiring waktu, fraktur menutup sepenuhnya, dan kalus tulang diserap.

Perawatan untuk patah tulang


Jenis perawatan akan tergantung pada jenis patah tulang dan tulang spesifik yang terlibat.

  • Casting: Setelah patah tulang telah dimanipulasi kembali ke posisi yang tepat, gips atau gips fiberglass dipasang untuk menjaga tulang tidak bergerak selama proses penyembuhan.
  • Traksi: Pada patah tulang tertentu, sebuah sistem dibuat untuk menghasilkan tarikan yang lembut namun stabil sehingga tulang bisa selaras/sejajar.
  • Fiksasi eksternal: Pin atau kawat dimasukkan ke dalam tulang melalui kulit di atas maupun di bawah fraktur. Pin ini terhubung ke cincin atau bar di luar kulit yang menahan pin tersebut pada tempatnya. Setelah tulangnya sembuh, pin-pin dapat dilepas.
  • Fiksasi internal: Melalui prosedur bedah, batang logam, kawat, atau sekrup dimasukkan ke dalam fragmen tulang untuk menyatukannya.

Rehabilitasi


Fraktur biasanya sembuh dalam waktu sekitar empat hingga enam minggu, tetapi beberapa bisa memakan waktu beberapa bulan tergantung pada sejauh mana cedera dan seberapa baik Anda mengikuti instruksi rehabilitasi.

Gips atau kawat gigi sering dilepas sebelum penyembuhan total tercapai untuk mencegah kekakuan sendi. Nyeri biasanya telah berkurang meski tulang belum cukup kuat sepenuhnya untuk dipakai berolahraga, sehingga  kerjasama dengan terapis rehabilitasi sangat penting untuk menghindari cedera lebih lanjut.

Setelah tulang telah sembuh dan kuat, merupakan saat yang aman untuk mulai membangun kekuatan otot. Selama tidak digunakan, otot akan mengalami atrofi dan menjadi sangat lemah. Tendon dan ligamen mungkin juga menjadi kaku karena kurang digunakan. proses rehabilitasi meliputi fleksibilitas, latihan keseimbangan dan penguatan dan peningkatan aktivitas secara bertahap. Terapi fisik adalah metode yang disukai sebelum dapat kembali berolahraga dengan aman.

Friday, June 10, 2022

PENYAKIT KUSTA (MORBUS HANSEN)

Kusta adalah penyakit infeksi Mycobakterium pada manusia yang kronik progresif, mula-mula menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut dan hidung, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang, testis, dinding pembuluh darah (terutama tipe lepromatosa) dan organ lain kecuali sistem saraf pusat. Sinonim kusta adalah Lepra dan Morbus Hansen.
wajah-penderita-lepra

Kata kusta berasal dari bahasa India kushta, dikenal sejak 1400 tahun sebelum Masehi. Kata lepra disebut dalam Kitab Injil, terjemahan dari bahasa Hebrew zaraath yang sebenarnya mencakup beberapa penyakit kulit lainnya.

EPIDEMIOLOGI

Penderita kusta tersebar di seluruh dunia. Di Indonesia tercatat 33.739 orang penderita kusta. Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak penderitanya setelah India dan Brazil dengan prevalensi 1,7 per 10.000 penduduk.

Kusta dapat menyerang semua orang. Pria lebih banyak terkena dibandingkan wanita dengan perbandingan 2:1, walaupun ada daerah yang menunjukkan insidensi hampir sama bahkan penderita wanita lebih banyak. Perbedaan tidak begitu nyata untuk tipe tuberkuloid pada orang dewasa karena perbedaan kerentanan dari faktor-faktor kontak.

Kusta dapat mengenai semua umur, walaupun jarang dijumpai pada umur sangat muda. Kelompok umur terbanyak penderita antara 25-35 tahun dan kerentanan terhadap kusta sama untuk semua umur, kecuali bayi. Di Indonesia penderita anak dibawah umur 14 tahun sekitar 13 % tetapi anak dibawah umur 1 tahun jarang sekali. Ada usaha pencatatan penderita dibawah umur 1 tahun untuk mencari kemungkinan adanya kusta kongenital.
epidemiologi-lepra-tiap-tahunnya-di-seluruh-dunia

Terdapat perbedaan pada ras maupun geografik walaupun tidak ada bukti bahwa suatu ras bangsa lebih rentan dibandingkan lainnya. Pada ras kulit hitam insidensi bentuk tuberkuloid lebih tinggi, sedangkan kulit putih lebih cenderung tipe lepromatosa. Kemampuan penderita memperoleh imunitas sebelumnya akan melokalisir penyakit sehingga secara klinis menjadi tuberkuloid dan apabila respon imunitas seluler gagal, akan menjadi tipe lepromatosa.

Faktor lain yang berperan dalam kejadian dan penyebaran kusta diantaranya iklim (cuaca panas dan lembab), diet, status gizi, patogenitas kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan imunitas dan kemungkinan adanya reservoir diluar manusia.

Kerentaan penderita merupakan suatu faktor penting. Dua hal yang perlu diperhatikan:
  • Faktor yang membuat seseorang mudah terkena penyakit.
  • Faktor yang mempengaruhi tipe penyakit

ETIOLOGI

Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium leprae, pleomorfik lurus, ukuran 1-8 x 0,2-0,5. Basil ini berbentuk batang gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora, tersebar atau dalam berbagai ukuran bentuk kelompok serta berkembang biak perlahan dengan cara “binary fision” yang membutuhkan waktu 11-13 hari sehingga menyebabkan masa inkubasi kusta sangat lama (5-7 tahun) dan semua manifestasi kliniknya menjadi kronik.

Mycobacterium leprae adalah basil obligat intraseluler yang terutama berkembang biak didalam sel Schwann saraf dan makrofag kulit, dapat ditemukan didalam tanah, air, udara dan pada manusia terdapat pada permukaan kulit, rongga hidung dan tenggorokan. Basil ini dapat ditemukan dalam folikel rambut, kelenjar keringat, sekret dan mukosa hidung serta daerah erosi atau ulkus pada penderita tipe borderline dan lepromatosa.

Untuk kriteria identifikasi, ada 5 sifat khas Mycobacterium leprae, yaitu:
  1. Mycobacterium leprae merupakan parasit intraseluler obligat yang tidak dapat dibiakkan secara in vitro pada media buatan walaupun dapat diinokulasi pada binatang percobaan.
  2. Sifat tahan asam Mycobacterium leprae dapat diekstraksi oleh piridin.
  3. Mycobacterium leprae merupakan satu-satunya mikobakterium yang mengoksidasi D-Dopa (D-Dihydroxyphenylalanin).
  4. Mycobacterium leprae adalah satu-satunya spesies mikobakterium yang menginvasi dan tumbuh dalam saraf perifer.
  5. Ekstrak terlarut dan preparat Mycobacterium leprae mengandung komponen antigenik stabil dengan aktivitas imunologis yang khas, yaitu uji kulit positif pada penderita tuberkuloid dan negatif pada penderita lepromatosa.
Manusia merupakan satu-satunya sumber infeksi dan hospes alamiah. Tipe lepromatosa dengan banyak basil merupakan sumber utama penularan.

KLASIFIKASI

Menurut kongres Internasional Madrid (1953), penyakit kusta dapat dibagi atas:
  • Tipe Lepromatosa (L)
  • Tipe Tuberkuloid (T)
  • Tipe Borderline (B)
  • Tipe Indeterminan (I)
Klasifikasi tersebut berguna untuk program pemberantasan penyakit kusta. Kepentingan pokok klasifikasi penderita dalam menentukan strategi pemberantasan kusta adalah untuk
  • Identifikasi kasus-kasus infeksius
  • Identifikasi kasus-kasus yang mungkin menjadi infeksius
  • Identifikasi penderita yang mungkin akan mengalami deformitas
  • Menentukan lamanya pengobatan yang ditentukan oleh tipe penyakitnya
Sedangkan untuk penelitian dan pengobatan dipakai klasifikasi Ridley dan Jopling (1966) yang dibuat berdasarkan respon imunologis penderita, yaitu:
  • Tipe TT (Tuberkuloid Polar) merupakan tipe stabil
  • Tipe BT (Borderline Tuberkuloid)
  • Tipe BB (Mid Borderline)
  • Tipe BL (Borderline Lepromatous)
  • Tipe LL (Lepromatous Polar)
Zona spektrum kusta menurut macam klasifikasi adalah sebagai berikut :
KLASIFIKASI
ZONA SPEKTRUM KUSTA
Ridley & Jopling
TT
BT
BB
BL
LL
Madrid
Tuberkuloid
Borderline
Lepromatosa
Polar Tuberkuloid
Bentuk Intermediate
Polar Lepromatosa
WHO
Pausibasile (PB) / Non Basiliferus
Multibasiler (MB) / Basiliferus
Puskesmas
I dan T
B dan L

PERJALANAN PENYAKIT

Predileksi Mycobacterium leprae di daerah yang relatif dingin. Patogenitas dan daya invasifnya rendah, sebab penderita yang mengandung kuman jauh lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya.

Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit disebabkan oleh respons imun yang berbeda yang menggugah timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif sehingga disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi selulernya daripada intensitas infeksinya.

Bagan patogenesis penyakit kusta:
bagan-patogenesis-penyakit-kusta-lepra-morbus-hansen

Penderita yang terkena kontak dengan Mycobacterium leprae akan timbul infeksi subklinik dan sembuh secara alamiah tanpa menunjukkan gejala atau tanda klinik. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tes imunologik yang merupakan respons normal terhadap kontak seseorang dengan M. leprae sebagai tanda timbulnya imunitas.

Setelah M.leprae masuk tubuh, bergantung pada kerentanan orang tersebut, kalau tidak rentan tidak akan sakit dan jika rentan setelah masa tunasnya dilampaui akan timbul gejala penyakit. Tipe yang terjadi bergantung pada derajat CMI (Cell Mediated Immunity) penderita terhadap M.leprae. Kalau CMI tinggi, ke arah tuberkuloid dan kalau rendah kearah lepromatosa.

Perjalanan alamiah penyakit kusta yang tidak diobati dapat dilihat pada diagram berikut:
perjalanan-infeksi-penyakit-kusta
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan tambahan yaitu lesi yang diawali dengan bercak putih bersisik halus pada bagian tubuh, tidak gatal, kemudian membesar dan meluas. Bila saraf terkena, penderita mengeluh kesemutan/baal atau sukar menggerakkan anggota badan, yang berlanjut dengan kekakuan sendi. Rambut alispun rontok.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TIMBULNYA PENYAKIT DAN CARA PENULARAN

Penyakit kusta banyak terjadi pada negara-negara berkembang dan faktor sosioekonomi yang rendah, lingkungan yang kurang memenuhi kebersihan dan faktor genetik berperan penting dalam penularan karena penyakit ini tidak diturunkan pada bayi yang dikandung ibu kusta.

Ada 3 faktor yang berperan dalam proses penularan, antara lain:
  1. Jalan keluar dari penderita (port of exit), terutama melalui sekresi lendir hidung (paling banyak), ulkus, air susu ibu dan usapan vagina.
  2. Cara penularannya sendiri melalui :
    - Kontak langsung antar kulit yang lama dan erat.
    - Percikan udara pernafasan (secara inhalasi), sebab Mycobacterium leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.
    - Melalui traktus gastrointestinalis.
    - Vektor (nyamuk)
    - Mycobacterium leprae yang hidup bebas diudara.
  3. Pintu masuk kuman (port of entry) yang paling mungkin adalah traktus respiratorius, dapat juga masuk melalui kulit. Kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut, kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang dalam urine.

PEMERIKSAAN KLINIK

Gejala dan keluhan penyakit bergantung pada:
  • Multiplikasi dan diseminasi kuman
  • Respons imun penderita terhadap kuman
  • Komplikasi yang diakibatkan kerusakan saraf perifer
Gambaran klinik kusta sangat bervariasi, tergantung dari keseimbangan antara respons imunitas seluler penderita dengan multiplikasi kuman yang ditunjukkan jelas pada stadium lanjut dan semuanya tergantung dari tipe penyakitnya:

Tipe TT

Lesi kulit satu atau beberapa, berupa makula hipopigmentasi atau erimatous bentuk bulat atau lonjong, batas tegas, kadang berupa plak dengan tepi meninggi dan tengah menipis, lesi regresi atau penyembuhan ditengah, permukaan kasar dan kering (bersisik), gangguan sensibilitas (anestesi) komplit atau inkomplit, penebalan saraf pada daerah lesi, kelemahan otot, sedikit rasa gatal disertai pemeriksaan bakteriologi negatif dan tes lepromin positif kuat. Tipe ini mempunyai imunitas tinggi terhadap Mycobacterium leprae, sehingga lesi berkembang perlahan dan tetap sukar ditemukan. Kusta tipe ini dapat sembuh sendiri tetapi bekasnya sukar diobati.

Tipe BT

Berupa makula atau plak erimatosa tak teratur, lesi satu atau beberapa, batas tak tegas, kering, mula-mula ada tanda kontraktur, anestesi dengan pemeriksaan bakteriologi positif/negatif dan tes lepromin positif/negatif. Lesi menyerupai tipe TT, tetapi bukan tipe kutub dimana lesi individual tidak begitu menunjukkan tepi yang tegas seperti tipe TT. Tepi lesi mungkin sama rata dengan kulit normal atau mungkin terdapat satelit disekitar lesi yang besar dekat saraf perifer yang menebal. Lesi yang terjadi lebih banyak dibandingkan tipe TT, lebih bervariasi dan deskuamasi lebih nyata. Hipopigmentasi dan kekeringan kulit tidak jelas serta gangguan saraf tidak seberat tipe TT dan asimetrik.

Tipe BB

Tidak menunjukkan adanya invasi kuman pada mukosa hidung, mata, tulang maupun testis. Merupakan tipe paling tidak stabil dengan gambaran klinik campuran dari tanda khas kusta, yaitu lesi dikulit banyak walau tidak sebanyak tipe lepromatous, permukaan mengkilat, ada kecenderungan simetris, bentuk makula infiltrat atau plak erimatosa, menonjol, bentuk irreguler dengan tepi samar, batas tidak tegas, kasar, lesi punched out, satelit diluar plak, saraf banyak terkena penebalan dan kontraktur tetapi tidak simetris, pemeriksaan bakteriologi positif dan tes lepromin negatif.

Tipe BL

Berupa makula infiltrat merah mengkilat, tak teratur, batas tak tegas, pembengkakan saraf, pemeriksaan bakteriologi ditemukan banyak basil dan tes lepromin negatif. Lesi lebih pleomorfik, banyak dan tersebar sehingga menyerupai tipe LL walaupun masih dapat dibedakan secara jelas dengan pemeriksaan yang teliti. “Punched out” yang merupakan tanda khas masih dapat dijumpai. Madarosis, ulserasi mukosa hidung dan keratitis belum dijumpai, kalaupun ada masih sebagian saja. Anestesi yang terjadi sama dengan tipe LL tetapi tidak simetris, dengan tanda kerusakan saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat, gugurnya rambut dan pembesaran saraf terjadi lebih awal.

Tipe LL

Infiltrat difus berupa nodula simetri, makula multipel sedikit hipopigmentasi, papula infiltrat agak mengkilat. Jumlah lesi sangat banyak, permukaan halus, lebih eritem, batas tak tegas, tidak ada gangguan anestesi dan anhidrosis pada stadium dini disertai pemeriksaan bakteriologi positif kuat dan tes lepromin negatif. Gangguan sensibilitas (anestesi) dan sekuele saraf bilateral pada stadium akhir, penebalan kulit progresif, madarosis, ulserasi nasal dan “sadle nose”, ginekomastia, orkitis, atropi testis dan facies leonina. Penderita tidak mampu melawan infeksi sehingga hasilnya akan berkembang tanpa terkontrol. Kuman banyak ditemukan diseluruh badan, terutama dikulit dan serabut saraf. Organ-organ yang dapat terserang antara lain kulit, serabut saraf, mukosa, hepar, lien, kelenjar limfe, testis, mata dan dinding pembuluh darah.

Tipe Indeterminate (I)

Jumlah lesi sedikit, satu atau lebih makula hipopigmentasi dengan sisik sedikit dan kulit sekitar normal, asimetrik, batas tidak tegas, sedikit kering, sedikit gangguan fungsi keringat, sedikit atau tidak didapatkan gangguan sensibilitas, basil lepra sangat sedikit (jarang dijumpai) sehingga pemeriksaan bakteriologi negatif dan tes lepromin positif. Tipe ini tidak disebutkan dalam klasifikasi Ridley dan Jopling, diagnosisnya didasarkan atas observasi klinik secara teratur. Lebih dari separuh penderita kusta tipe ini sembuh tanpa pengobatan dan menimbulkan kekebalan terhadap Mycobacterium leprae. Selain pemeriksaan kulit harus diperiksa/dipalpasi saraf tepi (n. ulnaris, n. radialis, n.aurikularis magnus dan n. poplitea), mata (lagoftalmos), tulang (kontraktur atau absorpsi) dan rambut (alis mata, kumis dan lesi itu sendiri)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Bakteriologik

Untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan termasuk penilaian hasil pengobatan dan penentuan adanya resistensi pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan, irisan kulit atau apusan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam.

Bakterioskopik negatif pada penderita kusta bukan berarti orang tersebut tidak mengandung Mycobacterium leprae. Dua hal yang perlu diperhatikan:
  1. Index Bakteri (IB)
    Menilai kepadatan hasil yang dimulai dari 0 sampai +6 dan memberikan gambaran jumlah bakteri pada penderita meliputi kuman hidup (solid) dan mati (non solid), index dihitung dari rata-rata Index Bakteri sediaan apus yang diperiksa dan setiap penderita harus diperiksa minimal 6 sediaan.
  2. Index Morfologi (IM)
    Ditentukan apabila I.B lebih dari +3, merupakan prosentase kuman berbentuk solid dari seluruh kuman, berguna untuk mengetahui beberapa hal sebagai berikut :
    - Infeksiositas penderita
    - Resistensi kuman terhadap pengobatan
    - Keadaan penderita

Pemeriksaan Histopatologik

Dilakukan apabila:

  • Diagnosis tidak pasti (tipe indeterminate), untuk biopsi harus menyertakan kulit normal
  • Untuk menentukan klasifikasi secara tepat
  • Untuk menentukan macam penyakit kusta, misalnya antara reaksi down grading dengan up grading
  • Untuk menentukan kemajuan pengobatan


Tes Histamin

Histamin yang disuntikkan secara intradermal kedalam kulit normal akan menyebabkan terjadinya dilatasi pembuluh darah kulit normal berupa bintul-bintul dan eritema “histamine flare”. Kerusakan serabut saraf dilihat dari berkurangnya ukuran bintul dan eritema, penting untuk menentukan penyebab suatu makula hipopigmentasi.

Tes Pilokarpin

Proses berkeringat tergantung pada integritas serabut saraf parasimpatis. Apabila suatu makula hipopigmentasi disebabkan karena kusta, maka respon kelenjar keringat terhadap obat kolinergik akan berkurang.

Tes Lepromin

Berguna untuk menentukan klasifikasi penyakit dan prognosisnya.

Lain-lain, seperti pemeriksaan anestesia dengan jarum atau air panas dan tes keringat dengan pinsil tinta (tes Gunawan)

DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit kusta dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan bakteriologis, hanya pada kasus-kasus tertentu memerlukan pemeriksaan tambahan.

Terdapat tanda-tanda kardinal penyakit kusta, yaitu :
  1. Anestesia Dapat terjadi pada masing-masing lesi kulit atau pada kulit daerah inervasi saraf yang terkena.Tes sensibilitas kulit seperti tes untuk temperatur, rasa nyeri dan sentuhan ringan harus dikerjakan pada semua penderita untuk mengetahui adanya anestesi.
  2. Lesi-lesi kulit Infiltrat, makula, papula, nodulus dan lainnya timbul tidak diketahui, kadang akut tanpa rasa gatal, tetapi dengan anestesi perlangsungannya lambat (bertahun-tahun).
  3. Penebalan saraf perifer setempat Neuritis karena kusta sering menyebabkan penebalan atau pembesaran saraf. Pemadatan dan perubahan bentuk ini disertai dengan kelemahan otot yang diinervasi serabut saraf tersebut, selain dapat terjadi atropi maupun anhidrosis. Penebalan saraf paling sering terlihat pada n. auricularis magnus, n. ulnaris, n. medianus, n. radialis, n. tibialis posterior dan n. peroneus.
  4. Ditemukannya Mycobacterium leprae (bakteriologis positif) Ditemukannya basil tahan asam terutama pada tipe lepromatosa dan borderline.
Diagnosis penyakit kusta dapat ditegakkan jika dijumpai paling sedikit 2 dari 3 tanda kardinal pertama dan diagnosis akan semakin kuat jika ditambah tanda yang ke-4.

DIAGNOSIS BANDING

Beberapa hal penting dalam menentukan diagnosis banding kusta:
  • Ada makula hipopigmentasi
  • Ada daerah anestesi
  • Pemeriksaan bakteriologi memperlihatkan basil tahan asam
  • Ada pembengkakan/pengerasan saraf tepi atau cabangnya
Penentuan diagnosis banding dari penyakit kusta lebih didasarkan pada efloresensi/ bentuk lesi kulit tiap tipe penyakit.
  • Tipe I (makula hipopigmentasi). Diagnosis banding: Tinea versikolor, vitiligo, pitiriasis rosea, dermatitis seboroika, liken simpleks kronis.
  • Tipe TT (makula erimatosa dengan pinggir meninggi). Diagnosis banding: Tinea korporis, psoriasis, lupus erimatosus tipe diskoid atau pitiriasis rosea.
  • Tipe BT, BB, BL (infiltrat merah tak berbatas tegas). Diagnosis banding: Selulitis, erisipelas ataupun psoriasis.
  • Tipe LL (bentuk nodula). DD: SLE, dermatomiositis atau erupsi obat.

PENATALAKSANAAN

Non farmakologi
  • Rehabilitasi
    Dilakukan untuk cacat tubuhnya dengan jalan operasi dan fisioterapi. Fungsi dan kosmetik dapat diperbaiki walaupun hasil tidak sempurna.
    Memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan cacat tubuh agar dapat berorientasi dan meningkatkan harga dirinya
  • Rehabilitasi kejiwaan

Farmakologi

Kombinasi atau MDT (Multi Drug Treatment) yang mulai diterapkan tahun 1971 untuk tipe I, TT dan BT terdiri dari DDS (Diamino Difenil Sulfon), klofazimin dan rifampisin merupakan obat anti kusta yang paling banyak digunakan saat ini karena banyak kasus resisten terhadap pengobatan tunggal.
  • DDS
    Paling banyak dipakai dan paling murah sehingga sesuai untuk negara berkembang yang sosial ekonominya rendah walaupun sering menyebabkan resistensi, dosis 100 mg/hari.
  • Rifampisin Dosis 600 mg setiap bulan. Pemberian monoterapi memperbesar terjadinya resistensi. Keduanya diberikan selama 6-9 bulan, pemeriksaan bakteriologi dilakukan setelah 6 bulan pengobatan dan pengawasan selama 2 tahun.
  • Klofazimin Dosis 50 mg/hari, 100 mg selang sehari atau 3 x 100 mg setiap minggu. Bersifat anti inflamasi dengan efek samping berupa warna kecoklatan pada kulit dan kekuningan sclera seperti ikterus.
MDT dengan beberapa alternatif yang telah ditetapkan pada Rapat Konsultasi Kusta Nasional (RKKN) untuk kusta multibasiler (LL, BL, BB) adalah sebagai berikut:
  • Rifampisin 600 mg setiap bulan
  • DDS 100 mg setiap hari
  • Klofazimin 300 mg/bulan, diteruskan 50 mg setiap hari, 100 mg selang sehari atau 3 x 100 mg setiap minggu. Pengobatan dilakukan selama 2-3 tahun dan pemeriksaan bakteriologi setiap 3 bulan
  • Bila pengobatan pertama tidak dapat dilaksanakan, maka dilakukan MDT alternatif. Rifampisin 1200 mg dosis tunggal sekali saja.

PROGNOSIS

Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih singkat serta prognosis menjadi lebih baik. Bila sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis menjadi kurang baik.

REAKSI KUSTA

Definisi reaksi kusta:
Episode akut dari penyakit kusta dengan gejala konstitusi, aktivasi dan atau timbul efloresensi baru dikulit.

Klasifikasi reaksi kusta:
  • Eritema Nodosum Leprosum (ENL)
    Umumnya terjadi pada kusta tipe BL atau LL. Yang berperan penting adalah sistem imunologis humoral. Gejala konstitusional berupa demam, menggigil, mual, nyeri sendi, sakit pada saraf dan otot. Pada kulit timbul eritema, nodus dan bila nodus pecah menimbulkan ulkus. Predileksi antara lain lengan tungkai dan dinding perut.
  • Reaksi Pembalikan (Reaksi Reversal, Reaksi Upgrading)
    Umumnya pada kusta tipe BT, BB dan BL. Yang berperan penting adalah sistem imunologis seluler. Gejala konstitusi lebih ringan dari ENL. Gejala kulit lesi-lesi kusta menjadi lebih banyak dan lebih aktif secara mendadak. Tidak timbul nodus dan kadang ada jejak neuritis.
Penatalaksanaan reaksi kusta :
  • Eritema Nodosum Leprosum (ENL) :
    - Antipiretik-analgetik: Parasetamol atau Metampiron 4 x 500 mg
    - Kortikosteroid: Prednison, dosis awal 20-40 mg/hari dalam 4 dosis
    - Klofazimin 300 mg/hari
    - Obat antikusta lain diteruskan
  • Reaksi Pembalikan (Reaksi Reversal, Reaksi Upgrading)
    - Bila timbul neuritis, berikan kortikosteroid (Prednison 30-60 mg/hari)
    - Analgetik dan antipiretik jika perlu
    - Obat kusta yang lain diteruskan

Friday, May 13, 2022

Kandidosis Genitalis (jamur kandida kelamin)

Kandidosis genitalis merupakan infeksi oportunistik yang mengenai vagina atau glans/prepusium penis yang biasanya disebabkan oleh jamur Candida albicans. Infeksi ini dapat mengenai pria dan wanita.

biakan-candida-albicans

Etiologi

Kandidiasis genitalis adalah infeksi daerah kelamin (genitalia) disebabkan oleh jamur Candida albicans, merupakan suatu jamur gram positif yang mempunyai pseudo miselia yang terbagi-bagi dalam kelompok blastospores.

Epidemiologi

Jamur ini tumbuh baik dalam suasana asam (pH 5,0–6,5) yang mengandung glikogen; dapat ditemukan dalam mulut daerah perianal dan vagina tanpa menimbulkan gejala.

infeksi-kandidiasis-genitalis-pada-wanita


Dapat tumbuh dengan cepat dan menyebabkan vaginitis pada wanita hamil, wanita yang minum pil kontrasepsi hormonal, wanita yang diberi terapi antibiotika berspektrum luas, wanita dengan diabetes dan wanita dengan kesehatan yang turun.

Gejala dan tanda

vaginal-kandidiasisKandidiasis vaginal ditandai adanya gatal/iritasi/rasa panas tanpa bau atau bau masam. Pada pemeriksaan ditemukan radang vulva dan vagina, pada dinding sering juga terdapat membran-membran kecil berwarna putih, yang jika diangkat meninggalkan bekas yang agak berdarah.

DV khas, putih tidak homogen, mirip susu pecah atau gumpalan keju atau mirip krim rambut. Mikroskopik langsung atau dengan pengecatan gram akan nampak bentuk ragi (yeast form) terdiri dari hifa atau pseudo hifa mirip sosis bersambung-sambung dengan sel tunas atau blastospora yang muncul pada lekukan pseudohifa tersebut maupun yang sudah lepas. Pseudo membran terdiri dari anyaman miselia yang kusut (matted mycelia) yang mudah dilepas.


Terapi

  • Nystatin
    Merupakan antibiotik dihasilkan oleh streptomises noursei (formula 46 – H 77 N0. 19).
  • Mycostatin (10.000 unit)
    Merupakan tablet vaginal dimasukkan dalam vagina 1 sampai 2 tablet sehari selama 14 hari. Micostatin per oral untuk kandida yang masih bersarang dalam traktus digestivus. Untuk mencegah timbulnya residif sebelum haid selama beberap bulan.
  • Imidazol
    Salep untuk dimasukkan dalam vagina.
  • Econazole dalam bentuk supositorium. Pada keadaan yang resisten diberikan flukonazol atau ketokonazol per oral.

Friday, April 15, 2022

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL (PUD)

Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) adalah suatu kelainan ginekologis yang cukup sering ditemukan namun belum dapat diketahui secara pasti perjalanan penyakitnya. Kesulitan menegakkan D/ PUD karena terlalu banyak batasan/definisi dan terminology untuk menerangkan penyakit ini dan tidak satupun kriteria yang konsisten untuk menerangkannya (Laser, 1985).
anatomi uterus

Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan haid semasa hidupnya. Gangguan ini dapat berupa siklus haid yang memanjang atau memendek, maupun perdarahan abnormal yang berkepanjangan. Peristiwa ini dapat terjadi setiap saat dalam kurun waktu antara menars dan menopause.

Seperti kita ketahui bahwa siklus haid diatur oleh 2 faktor yaitu :
1) Faktor fungsi endokrin reproduksi yang normal dalam hal ini poros hipotalamus-hipofisis dan ovarium.

2) Faktor fungsi anatomi genitalia yang normal dalam hal ini uterus, ovarium, tuba dan vagina.
Yang berhubungan dengan PUD adalah keadaan dimana fungsi anatomi-genitalia normal dan satu-satunya penyebab perdarahan adalah gangguan fungsi endokrin reproduksi

BATASAN DIAGNOSIS PUD

Batasan yang dipakai pakar saat ini, PUD adalah suatu keadaan yang ditandai perdarahan banyak, berulang dan berlangsung lama yang berasal dari uterus namun bukan disebabkan oleh penyakit organ dalam panggul, penyakit sistemis ataupun kehamilan (Fraser, 1985). Dapat dikatakan bahwa dengan batasan manaapun yang dipakai etiologi PUD adalah multifaktorial; sulit didefinisikan secara jelas. Karena itu penting untuk mengelompokkan wanita-wanita yang menderita PUD pada kelompok dengan gejala akut dan kronis dan juga harus dapat dibedakan ovulasi atau inovulasi (Fraser, 1985).

ANGKA KEJADIAN PUD

PUD dapat terjadi kapan saja diantara waktu menars dan menopause tetapi paling sering terjadi dalam 10 tahun menjelang menopause (Sutherland, 1949). PUD merupakan diagnosis yang cukup banyak ditegakkan meliputi + 10 % kasus yang berobat ke klinik rawat jalan (Taylor, 1965). Sekitar 4 % berusia kurang dari 20 tahun, 40 % berusia 40 tahun, dan 50 % berusia dari 20 – 40 tahun (Schroder, 1954; Fraser dkk, 1972).
Kejadian PUD pada usia kurang dari 20 tahun sesungguhnya jauh lebih besar daripada yang dilaporkan, hal ini disebabkan oleh adanya keengganan pada wanita usia perimenars untuk menjalani pemeriksaan.

PATOFISIOLOGI PUD

PUD dapat terjadi pada siklus haid ovulasi (10%) maupun anovulatoar (90%) atau pada keadaan folikel yang persisten.PUD siklus ovulatoar, lebih sering terjadi pada usia reproduksi dan mungkin disebabkan oleh :
  • Penurunan estradiol pada pertengahan siklus yang berakibat perdarahan pertengahan siklus 
  • Fase proliferasi atau sekresi yang pendek berakibat polimenore 
  • Penurunan respon folikel terhadap pengaruh Gonadotropin 
  • Fase proliferasi yang memanjang 
  • Insufisiensi korpus luteum 
  • Aktifitas korpus luteum yang memanjang 
PUD pada siklus anovulatoar, sering dijumpai pada masa perimenopause dan masa reproduksi. Dasar dari perdarahan yang terjadi pada siklus anovulatoar adalah karena tidak terjadinya ovulasi, maka korpus luteum tidak terbentuk. Dengan sendirinya akan terjadi kadar progesterone yang rendah dan estrogen yang berlebihan.

Karena estrogen tinggi, maka endometrium mengalami proliferasi berlebihan (hyperplasia). Dengan rendahnya kadar progesterone, maka tebalnya endometrium tersebut tidak diikuti dengan terbentuknya penyangga yang baik, kaya pembuluh darah dan kelenjar. Jaringan ini rapuh, mudah melepaskan bagian permukaan dan menimbulkan perdarahan. Perdarahan disatu tempat baru sembuh, timbul perdarahan ditempat lain, sehingga perdarahan tidak terjadi secara bersamaan. PUD pada keadaan folikel persisten, sering dijumpai pada masa perimenopause, jarang pada masa reproduksi.

Folikel persisten adalah stagnasinya fase perkembangan folikel di satu fase sebelum fase ovulasi. Keadaan ini menyebabkan rangsangan yang terus menerus dan menetap dari estrogen terhadap endometrium sehingga terjadi hyperplasia endometrium. Perdarahan terjadi pada tingkat hyperplasia endometrum lanjut atau apabila folikel tidak mampu lagi membentuk estrogen, maka terjadi perdarahan lucut estrogen.

Keadaan lain yang terjadi pada penderita-penderita PUD adalah meningkatnya aktifitas fibrinolitik pada endometrium. Terjadi peningkatan kadar prostaglandin yaitu PGF2, PGE2 dan prostasiklin. Peningkatan rasio PGF2 : PGE2 mengakibatkan vasodilatasi, relaksasi miometrium dan menurunnya agregasi trombosit sehingga kehilangan darah haid lebih banyak. Prostasiklin mengakibatkan relaksasi dinding pembuluh darah dan berlawanan dengan aktivits agregasi trombosit sehingga terjadi perdarahan yang lebih banyak.

Mekanisme Patofisiologi PUD
mekaanisme-perdarahan-uterus-disfungsional
Bagan patofisiologi PUD 

Makin tinggi rasio PGF2 : PGE2, terjadinya menoragi dan menometroragi akan meningkat. PUD bervariasi antara tiga kelompok umur yaitu masa remaja, usia reproduksi dan perimenopause. Perdarahan kelompok remaja dan perimenopause biasanya akibat anovulasi kronik, sedangkan pada kelompok usia reproduksi perdarahan terjadi walaupun siklus haid ovulator.

PUD pada remaja

PUD pada kelompok usia belasan tahun biasanya akibat imaturitas fungsi poros Hipotalamus - hipofise – ovarium (H – P). Pada usia 7 – 9 tahun hipofise menjadi sensitif terhadap umpan balik menopause dari ovarium. Namun saat menjelang pubertas sensifitas ini berkurang dan dimulailah fungsi gonad sehingga perubahan-perubahan pubertas dimulai dengan timbulnya tanda-tanda seks sekunder.

Siklus haid yang pertama tidak diakibatkan/ berkaitan dengan ovulasi sekalipun terjadi siklus ovulatoar, siklus ini mungkin belum teratur yang dapat berlangsung 2-5 tahun, sehingga kita belum dapat menyatakan bahwa fungsi ovulasi berjalan tidak normal sampai kurun waktu 5 tahun. PUD paling sering pada masa perdarahan ini.
perdararahan-uterus-disfungsional-pada-remaja
perdararahan uterus disfungsional pada remaja

PUD pada masa reproduksi

Imaturitas poros H – P pada usia remaja dapat berlanjut sampai usia reproduksi. Penyebab lain disfungsi H – P adalah :
  • Stress psikologis 
  • Kenaikan/ penurunan BB yang berlebihan 
  • Pemakaian obat-obatan (fenotiazid, reserpin, metal dopa) yang mempunyai efek inhibisi terhadap ovulasi dari kontrasepsi hormonal dan obat kontrasepsi oral. 
PUD pada kelompok ini terjadi dalam bentuk perdarahan pervaginam yang irregular dan dapat menjadi sangat banyak setelah beberapa tahun menganlami haid yang normal dan tak lama kemudian haid akan berhenti.

Sindroma Ovarium Polikistik (SOP) adalah penyebab utama terjadinya anovulasi kronik pada masa usia reproduksi. Keadaan ini bermanifestasi sebagai ovarium berbentuk kistik, hipertropik dan terdapat sekresi gonadotropin yang tidak sesuai ( LH meningkat, FSH normal atau rendah ). Perdarahan yang timbul biasanya banyak dan ireguler

PUD pada masa Perimenopause

Penyebabnya adalah fungsi ovarium yang abnormal, fungsi ovarium menurun disertai konversi androgen menjadi estrogen. Proses penuaan berdampak pada ovarium dan berakibat perubahan produksi hormon seks steroid.

Fungsi ovarium yang abnormal mengakibatkan sekresi estrogen yang tidak dapat diramalkan. Sedangkan penurunan fungsi ovarium berakibat konversi androgen yang abnormal. Jika kadar estrogen dan Gonadotropin cukup tinggi akan terjadi peningkatan stimulasi pada endometrium.

Maka pada siklus anovulatoar didapat :
  • Endometrium yang tebal 
  • Endometrium yang penuh dengan pembuluh darah 
  • Kelenjar yang padat dengan sedikit stroma 
  • Jaringan Endometrium yang sangat rapuh 
  • Endometrium yang rapuh dan tebal mengalami perdarahan secara spontan pada tempat-tempat yang berbeda dan tak teratur 
Pada keadaan dimana tidak terdapat kontrol terhadap turunnya progesterone maka :
  • Tidak ada vasokontriksi 
  • Tidak ada lekukan vasa spiralis 
Tidak terjadi kollaps yang teratur yang akan menginduksi stasis oleh karena itu perdarahan anovulatoar berlangsung lama dan banyak.
mekanisme-perdarahan-uterus-disfungsional-pada-perimeopause

GAMBARAN KLINIS

PUD dapat dikatakan memiliki manifestasi khusus yaitu kejadiannya tidak dapat diramalkan dan biasanya tidak menimbulkan rasa nyeri, perdarahan dapat sangat banyak, berlangsung lama setelah interval amenore atau berupa perdarahan yang betul-betul tidak teratur dan timbul lebih sering. Biasanya keadaan ini berhubungan dengan infertilitas. PUD dapat diklasifikasikan menurut penyebab kelainan hormonal, yaitu :
  • Perdarahan sela estrogen 
  • Perdarahan sela progesteron 
  • Perdarahan lucut estrogen 

DIAGNOSIS

Anamnesis
  1. Riwayat penyakit.
  2. Ginekologi reproduksi. Pastikan tidak adanya kehamilan dengan memeriksa haid terakhir, menars, pola haid, ada tidaknya dismenore, molimina, penggunaan tampon, benda asing, aktivitas seksual, pemakaian kontrasepsi (tipe, efek, lamanya), riwayat SOP dan kelainan perdarahan pada keluarga
  3. Tentukan karakteritis episode perdarahan terakhir
  4. Coba tentukan banyaknya perdarahan. Seorang wanita tanpa memakai tampon berdiri kemudian mengalir darah pada kedua kakinya maka perdarahan dikatakan banyak.
  5. Singkirkan penyebab lain seperti stress, kelainan pola makan, olah raga, kompetisi atletik, penyebab kronis, pengobatan dan penyalahgunaan obat. 

Pemeriksaan Fisis

a. Umum :
Keadaan umum penderita diperiksa berdasarkan perdarahan yang terjadi, sebab lain yang berhubungan dengan perdarahan juga perlu dicari,seperti tanda hipo/hipertiroid, kelainan hematologist atau pembesaran organ-organ.

b. Ginekologis :
Kelainan genitalia interna perlu dicari. Seperti erosi, radang, tumor atau keganasan dan infeksi. Penderita dengan hymen yang utuh (belum menikah) diperiksa melalui rectum dan apabila mungkin disertai dengan vaginoskopi. 

c. Penentuan ovulasi
Penentuan siklus ovulatorik atau anovulatorik merupakan hal yang penting pada penanganan PUD. Keadaan ini dapat dinilai dengan beberapa cara pemeriksaan : Suhu basal badan (SBB), sitologi serial usap vagina, biopsi endometrium, uji pakis dan penilaian hormonal serum (FSH, LH, Estradiol, progesterone dan prolaktin).

d. Pemeriksaan Penunjang :
  1. Pemeriksaan laboratorik
    Pemeriksaan ini harus sudah terarah sesuai hasil pemeriksaan fisis dan anamnesis karena biayanya sangat mahal.
  2. Tes kehamilan harus dilakukan
  3. Tes pap
  4. Pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hemostasis
  5. Fungsi tiroid, hati, glukosa dan sistim endokrin yang mungkin berinteraksi dan mengakibatkan perdarahan
  6. Pemeriksaan kadar hormon steroid :
    - DHEA dari ovarium dan adrenal
    - DHEA-S adrenal
    - LH/FSH rendah/ normal - disfungsi poros H – P
    - LH fungsi, FSH rendah – SOP
    - FSH/LH tinggi, post menopause, kegagalan premature fungsi ovarium
    - Testosteron, tinggi pada SOP (> 8 mg/dl) tidak tinggi pada disfungsi poros H-P atau kegagalan premature fungsi ovarium
    - Prolaktin tinggi pikirkan adenoma hipofise atau hipotiroidisme
    - Progesteron midhitear : Biopsi endometrium
  7. Singkirkan kanker pada wanita dengan riwayat PUD > 1 tahun dan onset pada perimenopause
  8. Tentukan stadium endometrium
  9. USG, singkirkan adanya massa, gambaran hiperplasia 

PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya tujuan penatalaksanaan PUD adalah:
  • Memperbaiki keadaan umum 
  • Menghentikan perdarahan 
  • Mengembalikan fungsi hormone reproduksi 
  • Menghilangkan ancamam keganasan 
  • Penghentian perdarahan
Terdapat tiga golongan obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan PUD yaitu : hormonal, nonsteroid antiinflamatory agents (NSAIDS) dan antifibrinolitik.

Pengobatan hormonal
  1. PUD ovulatorik :
    - Perdarahan tengah siklus : Estrogen 0,625 – 1,25 mg, hari ke 10-15 siklus
    - Perdarahan bercak prahaid : Progesteron 5-10 mg, hari ke 17-26 siklus
    - Perdarahan pasca haid : Estrogen 0,625 – 1,25 mg, hari ke 2-7 siklus
    - Polimenore : Progesteron 10 mg, hari ke 18-25 siklus
  2. PUD anovulatorik
    - Kombinasi estrogen dan progesterone seperti pil KB kombinasi, 2 x 1 tab selama 2-3 hari, diteruskan 1 x 1 tablet selama 21 hari
    - Progesteron 10-20 mg selama 7-10 hari
  3. Folikel persisten
    Progesteron (DMPA = depo MPA) mampu menghentikan proses terjadinya hyperplasia pada sebagian besar kasus. 
Daftar preparat terapi hormonal untuk PUD

OBAT DOSIS KETERANGAN
Danazol 200-800 mg qd - Steroid androgenic
- Menghambat ovulasi dan menyebabkan atrofi endometrium
- Efek samping : penambahan BB, jerawat, turunnya libido
- Penyesuaian dosis dapat mengurangi efek samping, biasanya tidak mempengaruhi perdarahan jika'terkontrol
GnRH Depot 3,75 mg
Konstan, kadar tinggi : E2
- Menghambat pelepasan Gonadotropin dengan meningkatkan kadar GnRH tetap tidak ada produksi
- Menimbulkan amenore, gejala meno -pause Estrogen atau progestin add back
- Mengurangi efek samping menopause dan keropos tulang - Efektif mengurangi ukuran miom
Estrogen dosis rendah (pil kontrasepsi oral) 200 mg EE utk 5-7 hr - Perdarahan berhenti dalam 12-24 jam kemudian
Estrogen dosis rendah (pil kontrasepsi oral) Berisi EE pil qd sela -ma 5 hari - Menghentikan perdarahan dan interval tanpa perdarahan untuk pertumbuhan endometrium
- Dapat terjadi perdarahan hanya dengan nyeri dalam 2-4 hari terapi
- Kedua estrogen tersebut lebih nyaman tetapi kurang efektif disbanding dengan estrogen konyugasi
Progesteron konyugasi (Premarin) Perdarahan kronis 10-20 mg qd selama 14-21 hr
Perdarahan akut : 25 mg i.v q 4 jam sampai perdarahan berhenti, kemudian E2 1,25 mg/MPA 10 mg qd kali perminggu
- Supresi disfungsional FSH/LH,E2/P4 dan menimbulkan siklus buatan
- Menghentikan perdarahan dengan segera
- Perdarahan lucut yang timbul dapat ditoleransi
Progestin (MPA) 10 mg po per 12 hari per bulan - Digunakan tunggal
- MPA digunakan untuk wanita kontra indikasi menggunakan estrogen

Pengobatan operatif

Tindakan operatif dilakukan bila terapi konservatif gagal, sebagai terapi dan untuk diagnosis.

a. Dilatasi dan kuretase
Merupakan jenis operatif tahap ringan pada PUD. Untuk tujuan menghentikan perdarahan, tindakan kuretase ternyata berhasil mengatasi keadaan pada 40-60% kasus PUD.

b. Ablasi endometrium dengan laser
Ketiga lapisan endometrium diablasikan dengan cara vaparasi neodymium YAG laser. Endometrium akan hilang permanent sehingga penderita akan mengalami henti haid yang permanent pula.1 Terapi supresif diberikan untuk mengurangi perdarahan, mengurangi kejadian ablasi terlalu dalam sampai ke miometrium dan memperbaiki lapangan pandangan pada saat melakukan ablasi. Supresi pasca operasi juga diberikan untuk mengontrol perdarahan pasca operasi. Angka kegagalan rendah kurang dari 9 %. Jika perdarahan tidak berhenti pada saat melakukan ablasi, pertimbangkan untuk histerektomi

c. Histerektomi
Dilakukan pada :
- perdarahan hebat yang berulang atau
- tindakan ablasi endometrium gagal

Apabila tindakan histerektomi merupakan pilihan utama, tetapi supresif preoperative dilakukan untuk mengurangi perdarahan dan lebih memudahkan prosedur.

Preparat hormonal yang digunakan untuk terapi supresif ablasi endometrium preoperative dan histerektomi tertera dibawah ini:

OBAT DOSIS KETERANGAN
DMPA/Depoprovera 150-400 mg I.M Diberikan 4-8 mgg preop Menyebabkan perlunakan pada desidua dan penebalan endometrium sehingga kurang cocok untuk ablasi
Danazol 600-800 mg po qd Diberikan 3-9 mgg preop Biasanya terjadi atropi, tetapi kadang dengan penipisan lapisan basal yang tidak konsisten endometrium menjadi edem
GnRH agonis Depot lupton Depot 7,5 mg sq diikuti dalam 4 mgg kemudian dengan 3,75 mg sq Dengan pemberian depot, ablasi dilaksanakan 2-4 mgg setelah injeksi terakhir Untuk HT, dosis 7,5 mg dan responnya dievaluasi 6-8 mgg. Dosis kedua dapat diberikan
Lupron (setiap hari) Harian 0,5 mg sqqd untuk 4-6 mgg konstan Supresi konsisten Endometrium atropi secara menyeluruh
Mengembalikan keseimbangan fungsi hormone reproduksi

Usaha ini meliputi pengembalian siklus haid abnormal menjadi normal, pengubahan siklus anovulatorik menjadi ovulatorik atau perbaikan suasana sehingga terpenuhi persyaratan untuk pemicu ovulasi.
  • MPA 10-20 mg/hr mulai hari ke 16-25 siklus haid atau 
  • Didrogesteron 10-20 mg/hr mulai hari ke 16-25 siklus haid atau 
  • Linesterol 5-15 mg/hr mulai hari ke 16-25 siklus haid 
Pengobatan hormonal ini diberikan untuk tiga siklus haid, jika gagal setelah diberikan tiga siklus dan ovulasi tidak terjadi, maka dilakukan pemicu ovulasi.

PROGNOSIS

Prognosis dari kasus-kasus PUD belum jelas dapat dikemukakan karena informasi yang jelas mengenai hal tersebut masih sangat sedikit dan belum didasarkan pada penilaian jumlah keluarnya perdarahan secara objektif. Suatu PUD yang terjadi satu periode pada masa remaja mungkin mempunyai prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan PUD dengan beberapa kali episoda, terutama dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya perubahan pola haid yang persisten (30-80%), seringnya dilakukan kuretase (40-55%), anemi (30%), perlunya terapi hormonal (40%), kemungkinan terjadinya infertilitas (45-55%), laparotomi untuk kista ovarium (10-30%) atau bahkan terjadinya karsinoma endometrium jika keadaan PUD tersebut tidak ditangani secara adequat (1-2%) (Southam, 1959; Southam & Richart, 1966). Prognosis ini jelas akan sangat buruk jika terjadi hipertropi glandular kistik (Fraser dkk, 1972), sehingga jika seorang remaja datang dengan PUD yang berulang, kuretase merupakan suatu indikasi atau tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Prognosis PUD pada kelompok usia pertengahan reproduksi cukup baik walaupun belum ada bukti-bukti yang akurat. Di beberapa negara banyak wanita dalam usia ini menjalani tindakan histerektomi. Dari data yang dilaporkan tampak bahwa prognosis jangka panjang PUD anovulatoar pada masa akhir reproduksi kurang baik/ buruk sebagai akibat sering terjadinya rekurensi.